CIAMIS,- Tanggapan Rumah Sakit Dadi Keluarga (RSDK) Ciamis yang menyebut buruknya pelayanan pasien Galang sebagai “miskomunikasi” memicu reaksi tajam dari kakak pasien, Gian Ferdiana atau Barmex.
Dia menilai alasan tersebut tidak dapat diterima, terlebih jika berkaitan dengan nyawa.
“Miskomunikasi yang mengancam nyawa pasien bukanlah hal yang bisa dianggap enteng. Saya merasa tersinggung dengan cara pihak rumah sakit menangani masalah ini. Sebagai keluarga pasien, kami hanya meminta pelayanan medis yang terbaik,” tegasnya, Sabtu (23/11/2024).
Pernyataan Barmex ini merespons klarifikasi RSDK yang disampaikan pada Kamis (21/11/2024) oleh Wakil Direktur Pelayanan dan Medis RSDK, dr. Lita Hervitasari yang menjelaskan insiden ini terjadi karena miskomunikasi antara pihak rumah sakit dan keluarga pasien. Namun, Gian mempertanyakan kejelasan klaim tersebut.
“Mereka menyebut ini miskomunikasi, tapi saya bertanya, miskomunikasi antara siapa? Apakah antara pihak rumah sakit dengan keluarga pasien, atau di internal mereka sendiri?” kata Barmex, Sabtu (23/11/2024).
Barmex juga mengkritik prosedur rujukan yang diberikan RSDK. Ia menilai pihak rumah sakit hanya memberikan surat rujukan tanpa memfasilitasi pendaftaran ke rumah sakit tujuan.
“Rujukan yang diberikan bukan antar rumah sakit. Saya harus mendaftar sendiri ke RSHS Bandung pada hari Senin, padahal saat itu hari Jumat,” tambahnya.
Tidak puas dengan tanggapan pihak rumah sakit, Barmex berencana melaporkan kasus ini ke Komisi D DPRD Kabupaten Ciamis.
Ia berharap langkah tersebut dapat mendorong perbaikan layanan kesehatan di wilayah tersebut.
“Saya berharap ini menjadi pembelajaran. Jangan sampai ada pasien lain yang mengalami hal serupa. Kita butuh jaminan bahwa perbaikan pelayanan benar-benar dilakukan,” tegasnya.
Kronologi Kejadian
Galang pertama kali masuk ke RSDK pada Selasa, 12 November 2024, untuk menjalani operasi penggantian pen di kakinya yang longgar.
Operasi dilakukan pada Rabu, 13 November. Namun, Barmex mengungkapkan bahwa keluhan tersebut sebenarnya sudah lama disampaikan kepada dokter yang menangani, tetapi tidak direspons serius.
“Adik saya sudah mengeluhkan pen di kakinya terasa longgar. Namun, dokter hanya menyarankan kontrol ke puskesmas, padahal ternyata pen tersebut sudah copot,” jelasnya.
Setelah operasi, kondisi Galang memburuk. Kadar hemoglobin (HB) turun drastis dari angka normal 11 menjadi 6, lalu kembali anjlok hingga 4,7 pada Jumat, 15 November. Meski begitu, dokter menyatakan Galang boleh pulang.
“Adik saya masih sesak napas, pusing, dan mual. Kami tahu itu tidak normal, tapi pihak RS tetap melepas infus dan oksigen, lalu memberikan surat kontrol untuk rawat jalan,” kata Gian.
Barmex juga menceritakan jika adiknya sempat memasang kembali oksigen dan infus yang telah dilepas tersebut secara mandiri.
Ketika Barmex mengadukan hal ini melalui admin pengaduan, ia justru merasa jawaban yang diterima tidak solutif.
“Saya bertanya, apakah kondisi seperti ini layak dipulangkan? Jawaban mereka hanya, ‘Itu keputusan dokter. Kalau terjadi sesuatu, bisa dibawa kembali ke RSDK.’ Ini jelas bukan solusi,” ujarnya.
Bahkan, admin pengaduan menanyakan, “Kalau dari keluarga maunya seperti apa, Pak?” Barmex merasa pertanyaan tersebut tidak pantas.
“Sebagai keluarga pasien, saya hanya ingin yang terbaik untuk adik saya. Bukankah pihak medis yang seharusnya memahami apa yang perlu dilakukan?” tambahnya.
Karena keberatan, Barmex akhirnya meminta agar Galang tetap dirawat di RSDK sembari menunggu rujukan ke rumah sakit dengan fasilitas hematologi-onkologi medik.
“Jika saya tidak memaksa adik saya dirawat kembali, mungkin ia sudah dipulangkan dalam kondisi jauh lebih buruk. Bahkan, saya harus mencari ambulans sendiri, padahal kakinya tidak bisa banyak digerakkan,” ungkapnya.


















